Aksi Monopoli Khuteng
Di suatu tempat yang sangat strategis bagi penjualan teh Khuteng. Kios-kios di bangun rombongan Khuteng. Tempat ini mungkin menjadi harapan besar bagi kelangsungan penjualan teh Khuteng. Mungkin karena jalan pikiran yang berbeda dengan kebanyakan orang. Khuteng menjual teh di permukaan tanah Saturnus . benar, satu tempat yang tak pernah terpikir manusia jenius manapun. Tapi disinilah mereka 3 hari yang lalu roket mereka menancap di pegunungan Saturnus. Dan sekarang tiba mereka untuk bersiap-siap membangun warung teh. "Teng loe nggak salah pilih tempat kayak gini ?" Afif bertanya sambil main PSP. " Loe nggak pernah kepikiran bahwa alien itu kaya-kaya? uang mereka banyak jadi jika mereka haus kita bisa langsung sukses". Afif hanya terdiam. Ia hanya bisa mengikuti perkataan Khuteng jika alien pembisnis yang hebat. 13 jam berlalu sejak peletakan batu pertama warung teh. Dan sekarang warung besar itu bertuliskan Khuteng tea itu berdiri. Tampak begitu mewah dengan gaya arsitektur 2000 tahun sebelum masehi. "Nah sudah selesai. Tinggal nunggu pelanggan" Senyum tercipta di wajah khuteng. Pria berotak tajam ini terus saja selfie-selfie di depan warung. Di saat Khuteng sibuk dengan kamera hasil nyolong tahun lalu. Mulyadi datang dengan muka melas. "Teng! loe bilang bakal rame " Mulyadi melempar spanduk . " Kau ini harusnya cukup di sana dengan spanduk itu agar alien tahu kalo kita jualan". Lagi-lagi Khuteng tak peka terhadap lingkungan. Kecerdasan yang berlebihan sudah membuatnya buta untuk melihat kenyataan. Dia terlalu percaya pada dirinya sendiri daripada petuah-petuah mbah brambang . "Apa !!? Memangnya siapa yang akan datang kesini?? Kita akan bagkrut teng gue nggak mau jadi fosil disini". Untuk pertama kalinya mulyadi peduli keadaan dirinya - Selama ini tak peduli dirinya. Yang paling parah saat dia ingin membakar tabung gas karena tak dibelikan mercon oleh Khuteng. "Huft....coba kau bersabarlah inilah usaha '' Khuteng mencoba menyakinkan mulyadi . Walaupun ia sendiri sadar idenya agak tak masuk akal. Usai berdebat mulyadi pun kembali membawa spanduk itu lalu berkeliling mengitari planet. Khuteng kembali selfie-selfie. 18 jam berlalu . Kejenuhan merasuki hati Afif ia bosan dengan sekeliling. Planet ini sangat primitif tak ada listrik tak ada PS . Akhirnya ia menemui Khuteng yang tertidur pulas. " Malah tidur lagi..." Afif mencoba mengejutkannya. teriakan menghempas Khuteng hingga jatuh dan terbangun tergagap-gagap. Afif menjelaskan tindakannya. Ia menjelaskan tentang segala macam ketololan yang membuatnya datang kesini. Khuteng juga sudah jenuh. Harapan dan perkiraannya selama ini ternyata tak mengantarkannya pada kesuksesan berbisnis. ia mulai ingat saat Mulyadi mengeluhkan idenya berjualan di Saturnus. Kenyataan yang ada dia tetap berpegang teguh dengan keyakinan bahwa planet bercincin adalah tempat yang ideal. Dan harus ia akui Afif dan Mulyadi benar bahwa disini kosong. Karena bukan tidak mungkin tehnya pasti kadaluwarsa jika terus-terusan tanpa pembeli. Warung yang di bangun dengan perasaan tamak terpaksa harus ditinggalkan. Mereka kembali ke Bumi. Tempat dimana usaha dan kerja keras bermula.
Di suatu tempat yang sangat strategis bagi penjualan teh Khuteng. Kios-kios di bangun rombongan Khuteng. Tempat ini mungkin menjadi harapan besar bagi kelangsungan penjualan teh Khuteng. Mungkin karena jalan pikiran yang berbeda dengan kebanyakan orang. Khuteng menjual teh di permukaan tanah Saturnus . benar, satu tempat yang tak pernah terpikir manusia jenius manapun. Tapi disinilah mereka 3 hari yang lalu roket mereka menancap di pegunungan Saturnus. Dan sekarang tiba mereka untuk bersiap-siap membangun warung teh. "Teng loe nggak salah pilih tempat kayak gini ?" Afif bertanya sambil main PSP. " Loe nggak pernah kepikiran bahwa alien itu kaya-kaya? uang mereka banyak jadi jika mereka haus kita bisa langsung sukses". Afif hanya terdiam. Ia hanya bisa mengikuti perkataan Khuteng jika alien pembisnis yang hebat. 13 jam berlalu sejak peletakan batu pertama warung teh. Dan sekarang warung besar itu bertuliskan Khuteng tea itu berdiri. Tampak begitu mewah dengan gaya arsitektur 2000 tahun sebelum masehi. "Nah sudah selesai. Tinggal nunggu pelanggan" Senyum tercipta di wajah khuteng. Pria berotak tajam ini terus saja selfie-selfie di depan warung. Di saat Khuteng sibuk dengan kamera hasil nyolong tahun lalu. Mulyadi datang dengan muka melas. "Teng! loe bilang bakal rame " Mulyadi melempar spanduk . " Kau ini harusnya cukup di sana dengan spanduk itu agar alien tahu kalo kita jualan". Lagi-lagi Khuteng tak peka terhadap lingkungan. Kecerdasan yang berlebihan sudah membuatnya buta untuk melihat kenyataan. Dia terlalu percaya pada dirinya sendiri daripada petuah-petuah mbah brambang . "Apa !!? Memangnya siapa yang akan datang kesini?? Kita akan bagkrut teng gue nggak mau jadi fosil disini". Untuk pertama kalinya mulyadi peduli keadaan dirinya - Selama ini tak peduli dirinya. Yang paling parah saat dia ingin membakar tabung gas karena tak dibelikan mercon oleh Khuteng. "Huft....coba kau bersabarlah inilah usaha '' Khuteng mencoba menyakinkan mulyadi . Walaupun ia sendiri sadar idenya agak tak masuk akal. Usai berdebat mulyadi pun kembali membawa spanduk itu lalu berkeliling mengitari planet. Khuteng kembali selfie-selfie. 18 jam berlalu . Kejenuhan merasuki hati Afif ia bosan dengan sekeliling. Planet ini sangat primitif tak ada listrik tak ada PS . Akhirnya ia menemui Khuteng yang tertidur pulas. " Malah tidur lagi..." Afif mencoba mengejutkannya. teriakan menghempas Khuteng hingga jatuh dan terbangun tergagap-gagap. Afif menjelaskan tindakannya. Ia menjelaskan tentang segala macam ketololan yang membuatnya datang kesini. Khuteng juga sudah jenuh. Harapan dan perkiraannya selama ini ternyata tak mengantarkannya pada kesuksesan berbisnis. ia mulai ingat saat Mulyadi mengeluhkan idenya berjualan di Saturnus. Kenyataan yang ada dia tetap berpegang teguh dengan keyakinan bahwa planet bercincin adalah tempat yang ideal. Dan harus ia akui Afif dan Mulyadi benar bahwa disini kosong. Karena bukan tidak mungkin tehnya pasti kadaluwarsa jika terus-terusan tanpa pembeli. Warung yang di bangun dengan perasaan tamak terpaksa harus ditinggalkan. Mereka kembali ke Bumi. Tempat dimana usaha dan kerja keras bermula.